BacaIntisari - Dari dulu, suamiku selalu jadi pusat perhatian di sekolah. Badannya yang setinggi 1,8 meter dilengkapi dengan bodi yang oke membuat para pria senang berteman dengannya dan para wanita, tentu saja terpesona dengannya. Banyak orang yang senang keluar dengannya.
Tentu saja sebagai orang populer, jarang sekali suamiku mengerjakan segala sesuatu sendiri. Beberapa hal seperti membeli makanan, mengerjakan pr, sangat jarang dikerjakannya sendiri karena banyak yang mau membantunya. Aku, termasuk salah 1 diantara cewek-cewek yang sering menarik perhatiannya. Karena itu seiring waktu berlalu, aku mendapat "kehormatan" untuk selalu membantunya dan tidak memberi kesempatan pada cewek-cewek lain untuk mendapat "kehormatan" ini.
Kami yang sudah berpacaran waktu itu masih sangat polos. Kami melewati hari-hari kami dengan uang yang diberikan orangtua kami. Pembicaraan kami juga penuh dengan janji-janji kosong kalau kami bisa membuat 1 sama lain bahagia dan mencari banyak uang nantinya...
Selulusnya kami dari kuliah, banyak dari teman-teman kami yang buru-buru mencari pekerjaan, termasuk aku sendiri. Aku terus mendorong suamiku juga mencari 1 pekerjaan, tapi dia selalu menolak dan memasang targetnya terlalu tinggi. Bagaimana mungkin kami yang lulusan jurusan biasa langsung mendapat jabatan yang sangat tinggi sementara kami belum punya pengalaman kerja apapun. Waktu aku sudah mendapat pekerjaan, dia juga menertawakanku.
Bahkan 1 tahun setelah kelulusan kami, dia masih belum mendapat pekerjaan apapun. Saat ini, orangtuaku mulai menanyakan pernikahan kami. Sebenarnya aku juga sangat ingin menikah. Karena itu aku meminta suamiku untuk mencari dulu pekerjaan, mengumpulkan uang untuk kebutuhan kami, baru mencari kesempatan yang lebih baik. Suamiku kemudian mendapat pekerjaan sebagai seorang sales. Sebenarnya gajinya tidak buruk. Hanya saja dia perlu mengeluarkan tenaga sedikit lebih banyak. Akhirnya setelah usaha yang lebih, kami pun menikah. Rumah yang kami tinggali kemudian itu hadiah dari orangtua kedua pihak.
Orang-orang di sekitar kami dan teman-teman kami selalu merasa aku seseorang yang sangat beruntung, berkata kalau kami tampak seperti putri dan pangeran yang cantik dan tampan. Beberapa bahkan iri aku bisa menikah dengan pria yang tampan dan baik. Tapi sebenarnya nasib baik sama sekali tidak terjadi...
Pekerjaan pertama suamiku hanya bertahan setengah tahun. Katanya dia tidak tahan harus bekerja begitu keras dan dia pun memberhentikan diri. Kemudian dia hanya tinggal di rumah dan terus mengeluh setiap kali ingin mencari pekerjaan baru. Dia pun berhenti mencari pekerjaan dan hanya memandang jauh setiap impian-impiannya yang tidak akan pernah bisa tercapai. Dia merasa segala sesuatu yang dia kerjakan selalu gagal.
Akhirnya kami hidup hanya dari gajiku. Tapi gajiku juga kemudian tidak cukup untuk membiayai kami berdua. Terkadang kami harus meminjam dari orangtua kami. Tidak hanya itu, suamiku kemudian entah bagaimana mulai pergi berjudi. Bukannya menang, tapi dia selalu kalah 9 kali dari 10 kali berjudi. Hal ini selalu membuatku sedih dan ingin marah. Kekalahan dan kekesalan yang terjadi di rumah akhirnya membuat kami selalu bertengkar hampir setiap hari.
Aku bertahan selama setengah tahun sampai akhirnya suamiku suatu hari menelepon ke rumah dan memintaku untuk mengirim uang yang banyak karena dia hampir menang berjudi. Tanpa mendengar sepatah kata berikutnya, aku menutup telefonku. Semua ini sudah cukup. Tentu saja begitu suamiku pulang, dia langsung marah dan memukulku. Hari itu aku tidak marah, tidak menangis, tidak membalas apapun, dan langsung keluar rumah begitu suamiku tidur.
3 hari kemudian suamiku menelefonku dan memintaku pulang dan berbaikan, tapi aku sama sekali tidak berniat untuk berbaikan lagi...
sumber : cerpen.co.id
Semua Orang Iri Karena Suamiku Ganteng, Tinggi, dan Punya Body Oke, Tapi Mereka Tidak Tahu Kalau Sebenarnya...
4/
5
Oleh
Unknown