BacaIntisari - Satu hal yang pasti akan kita hadapi saat menikah adalah berinteraksi dengan ibu mertua. Hal tersebut sudah menjadi sebuah keharusan ya, kecuali suami kita sudah tidak punya siapa-siapa.
Ada kalanya, interaksi antara ibu mertua dengan menantu perempuannya ini mengalami friksi. Tidak jarang, hal tersebut bisa terbawa hingga perceraian suami istri. Na'udzubillah.
Percakapan intimidasi seperti ini kadang juga kita jumpai antara ibu mertua dan menantu perempuannya. Percakapan yang intinya si ibu mertua tidak rela menantu perempuannya bahagia, lebih baik, atau dicintai 100 persen oleh anaknya. Padahal semisal si anak bercerai, justru ibu mertualah yang paling sering menanggung malu dan juga duka.
"Kalau di zaman kamu sih enak, zaman Ibu dulu ...," mulai membandingkan dirinya dengan menantu. Sang Ibu mertua serasa tidak ikhlas menantunya lahir di zaman yang sudah enak. Padahal, itu semua sudah takdir Allah, bukan?
"Si Fulan dulu kan mau diambil mantunya perdana menteri, tapi gimana wong dia sendiri udah punya calon," entah apa motivasi bercerita seperti ini. Bisa jadi hanya sekadar ingin menunjukkan betapa larisnya si anak atau alasan lain. Tapi yang jelas sih enggak etis dan tidak mencerminkan ibu mertua yang bijak.
Ilustrasi di atas hanyalah fiktif belaka karena di dunia nyata yang kita jumpai bisa jauh lebih parah dan menyeramkan.
Jika berada di posisi tersebut, apa yang bisa kita lakukan?
1. Sabar, jangan pernah membalas
Ingat dalam salah satu ayat bahwa Allah bersama orang-orang yang sabar. Ingat juga dalam ayat lain bahwa segala perbuatan baik atau buruk pasti akan mendapat balasannya.
Biasanya, orang yang suka berkata nyelekit atau menyakitkan membabi buta atau bicara nusuk merendahkan, setelahnya akan menyesal. Meskipun penyesalan setelah kejadian tidak akan berguna karena tidak mengubah apa-apa.
Nah, itu sebabnya jika disuruh memilih mana yang kita pilih: menyesal setelah berkata kasar atau diam dulu jika dirasa masih emosi? Yang pertama jelas berbuntut tidak menyenangkan.
Hal tersebut berlaku saat berinteraksi dengan siapa saja, lebih-lebih ke mertua yang notabene sosok terpenting dalam kehidupan suami kita sebelum menikah. Jadi biarkanlah ibu mertua bicara semaunya dan apa saja mumpung masih bisa. Kita tinggal duduk manis mendengarkan tanpa perlu ambil pusing atau memasukkannya hati. Serahkan semuanya pada Allah.
2. Jangan terlalu sering berinteraksi, apalagi serumah dalam jangka waktu lama
Resep berikutnya adalah dengan tidak terlalu sering berinteraksi alias mandiri. Lebih-lebih, sudah menikah ya memang harus mandiri, bukan. Hormati dan berbaktilah sepenuh hati pada mertua, muliakanlah, tapi di sisi lain kita juga mesti mandiri dan punya kehidupan sendiri.
Jangan berekspektasi terlalu tinggi misal mengharap sikap ibu mertua sebijak di buku-buku parenting atau film keluarga, jangan, karena terlalu banyak berharap bisa bikin kecewa. Jika sedari awal ibu mertua memang sudah hobi berkata pedas, ya sudah berarti itu memang sudah karakternya. Tidak usah bermimpi untuk bisa mengubah. Kitalah yang harus waras, dalam artian bersikap sopan dan baik serta hormat dengan tanpa meninggalkan sisi kemandirian kita.
3. Dorong suami kita untuk menyayangi atau memperhatikan ibu mertua kita yang notabene adalah ibunya
Ada kalanya sikap ibu mertua yang menusuk hati seperti itu karena luapan emosi dulu tidak diperlakukan seperti itu oleh suaminya yang notabene bapak mertua kita. Sehingga timbullah rasa cemburu tapi tidak mau mengaku. Jika memang seperti itu lagi lagi kitalah yang harus sadar. Jangan berharap muluk dan hidup di negeri dongeng atau terlalu idealis semisal dengan memiliki opini, "Seharusnya, orang yang sudah tua itu bijak karena pengalamannya sudah banyak,"
STOP daripada kita gila sendiri
Kitalah yang mesti sadar bahwa biar gimana-gimana ibu mertua juga wanita. Mungkin ada masa lalu yang belum tuntas yang terbawa hingga sekarang sehingga ketika melihat kita begitu disayangi suami yang notabene adalah anaknya, sang ibu mertua merasa cemburu dan ingin juga diperlakukan seperti itu.
That's why, dorong suami kita untuk perhatian atau lebih perhatian pada ibu mertua kita yang notabene adalah ibu kandungnya.
4. Sadari bahwa ibu mertua kita tidak bahagia
Karena orang yang benar-benar bahagia dan damai hatinya (apapun kondisinya) tidak akan menyakiti orang lain dengan alasan apapun. Itu sebabnya, saat ibu mertua bicara nyelekit dan menusuk sementara kita merasa tidak berbuat aneh-aneh (enggak selingkuh, enggak neko-neko, enggak korupsi) maka doakan saja agar ibu mertua bisa bahagia dan damai jiwanya sehingga tidak lagi berbuat seperti itu.
5. Jadikan semuanya sebagai pelajaran berharga
Semua mertua pernah jadi menantu sementara menantu belum pernah jadi mertua. Jika kita sudah tahu rasanya diperlakukan tidak menyenangkan itu menyakitkan, maka saat kelak jadi mertua kita tidak akan berbuat hal yang sama.
Semoga kita termasuk hamba Allah yang bisa menjaga kesucian hati dan mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Allah tidak pernah tidur. Allah tahu sebelum kita memberi tahu. Allah bersama orang-orang yang sabar. [Ummi-online.com]
Penulis:
Miyosi Ariefiansyah alias @miyosimiyo adalah istri, ibu, penulis, & pembelajar.
Cara Bijak Menghadapi Ibu Mertua yang Suka Bicara Nyelekit
4/
5
Oleh
Unknown