BacaIntisari - Akhlak dalam Islam sebenarnya tidak pernah memberikan larangan seseorang untuk mencintai orang lain sebab cinta merupakan fitrah yang datang dengan sendirinya tanpa perlu dicari. Seseorang yang mencintai bahkan mempunyai derajat tinggi dan juga mulia disisi Allah subhanahu wa ta’ala dimana seseorang yang memiliki cinta mendalam akan mati syahid dengan beberapa ketentuannya.
Akan tetapi, seorang wanita atau pria yang berusaha mengganggu atau merebut pasangan dari sebuah keluarga terutama kerabat dekat mengartikan sama saja dengan mengambil sesuatu yang bukan milik kita dan bukan termasuk pergaulan dalam Islam sehingga akan menyakitkan untuk keluarga tersebut.
Imam Abu Bakar Ibnu Sayyid Muchammad Syata Al Dimyathi berkata jika seorang yang mati syahid [akhirat] merupakan orang yang mati sebab kecintaan mendalam meski orang tersebut tidak boleh disetubuhi atau dinikahi dengan ketentuan tidak melanggar aturan syariat dan kecintaan tersebut dipendam dan tidak diutarakan pada orang yang dicintainya dan bisa juga dikategorikan pada cinta dalam diam menurut Islam.
Hukum Mencintai dan Merebut Suami Orang
Hukum cinta menurut Islam dan juga merebut suami orang dengan tujuan merusak rumah tangga supaya bisa menikah dengan orang tersebut adalah haram hukumnya. Hal ini berdasarkan dari hadits Abu Hurairah radiiyallahu. Beliau mengatakan jika, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda “Barang siapa menipu dan merusak (hubungan) seorang hamba dari tuannya, maka ia bukanlah bagian dari kami. Dan barang siapa merusak (hubungan) seorang wanita dari suaminya, maka ia bukanlah bagian dari kami”.
Dengan hadits diatas, Imam Abdurrahman Al Juzzairi kembali memberi penegasan jika agama Islam memberi larangan untuk berbuat hal yang merusak hubungan suami istri dan menjadi dosa yang tak terampuni di mata Allah. Akan tetapi, para ulama memiliki perbedaan pendapat pada saat menyikapi seseorang yang merusak hubungan diantara suami dan istri.
Ulama Kalangan Madzhab Maliki
Ulama dari kalangan madzhab Maliki menyatakan jika sesungguhnya orang yang sudah merusak istri orang lain supaya bisa menikahi wanita tersebut sesudah dicerai, haram hukumnya untuk orang tersebut menikahi wanita itu sampai kapanpun.
Ulama Madzhab Chanafi dan Syafi’i
Ulama dari kalangan madzhab Chanafi dan syafi’i berpendapat jika seseorang yang sudah merusak istri dari suaminya, maka boleh dinikahi sesudah dicerai namun masuk ke dalam golongan orang fasiq dan paling ma’siat dan lebih buruk dosanya menurut Allah di hari kiamat.
Hadits Merebut Suami Orang Untuk Dinikahi
Berikut ini penjelasan berdasarkan sunnah Rasul terkait bagaimana hukumnya seorang wanita yang merebut suami orang, antara lain:
Hadits Muttafaq a’laih
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal bagi seorang wanita meminta (kepada suaminya) agar sang suami mencerai wanita lain (yang menjadi istrinya) dengan maksud agar sang wanita ini memonopli ‘piringnya’, sesungguhnya hak dia adalah apa yang telah ditetapkan untuknya sesuai dengan kedudukan wanita dalam Islam”.
Hadits Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa menipu dan merusak (hubungan) seorang hamba dari tuannya, maka ia bukanlah bagian dari kami. Dan barang siapa merusak (hubungan) seorang wanita dari suaminya, maka ia bukanlah bagian dari kami.
Hukum Merusak Rumah Tangga Orang Lain
Selain beberapa penjelasan diatas, terdapat hukum Al-quran tentang apabila seorang wanita merebut dan merusak rumah tangga orang lain, diantaranya:
Hukum Ukhrawi
Para ulama sepakat jika hukum merusak bahagia dalam Islam atau mengganggu dan juga merusak hubungan rumah tangga orang lain adalah haram hukumnya dan bagi siapapun yang melakukannya akan mendapatkan dosa dan diancam siksa di neraka serta akan mendapat siksa neraka bagi wanita. Selain itu, Imam Al Haitsami juga mengkategorikan perbuatan dosa ini menjadi dosa yang besar.
Dalam kitabnya yakni Al Zawajir ‘an Iqtiraf al Kabair, beliau menyebutkan jika dosa besar yang ke-257 dan 258 adalah merusak seorang wanita agar terpisah dari suaminya dan merusak seorang suami agar terpisah dari istrinya.
Hadits Nabi Muhammad juga menjadi alasannya, menafikan pelaku perbuatan merusak ini dari bagian umat beliau, dan ini terhitung sebagai ancaman berat. Juga para ulama’ sebelumnya, secara sharîh (jelas) mengkategorikannya sebagai dosa besar dalam Islam. (lihat Al-Zawâjir juz 2, hal. 577).
Hukum Duniawi
Ada dua hukum yang berkaitan dalam hal ini yakni:
Apabila seorang lelaki perusak hubungan wanita dengan suaminya dan wanita tersebut meminta cerai pada suaminya dan sang suami mengabulkan atau sebaliknya, maka apakah pernikahannya adalah sah?. Dalam hal ini, jumhur ulama berpendapat jika pernikahan lelaki perusak dengan wanita korban tindakan hal tersebut adalah sah karena wanita tersebut tidak secara eksplisit dihitung sebagai muharramat atau wanita yang diharamkan baginya. Akan tetapi, pendapat berbeda dikemukakan ulama Malikiyyah dimana pernikahan tersebut harusnya dibatalkan baik sebelum terjadi pernikahan atau sudah terjadi sebab belum memenuhi syarat pernikahan dalam Islam.
Hal kedua adalah apabila seseorang melakukan perbuatan terlarang ini, apakah akan mendapatkan hukuman di dunia?. Maka para ulama berpendapat jika perbuatan terlarang ini dilakukan maka hakim memiliki wewenang untuk menjatuhkan ta’zir atau hukuman yang ketentuannya sudah diterapkan hakim atau penguasa dengan syarat tidak lebih dari 40 cambukan. Selain itu ada juga yang berpendapat jika hukumannya adalah kurungan penjara sampai bertaubat atau meninggal dan sebagian lagi berpendapat hanya diberi cambukan keras saja dan diumumkan perbuatannya supaya orang lain bisa waspada dari orang tersebut dan supaya orang lain bisa mengambil ibrah.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [Surah Ar Rum ayat 41]
“Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat [di dunia] sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali [ke jalan yang benar]”. (As Sajadah ayat 21)
“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak [pula] mendahulukannya”. [An Nahl ayat 61]
Ketiga surah diatas merupakan pengingat untuk semua orang supaya bisa bertanggung jawab dan juga memikul akibat dari semua perbuatan dan termasuk merebut suami orang lain dan menjauhi hukum karma dalam Islam.
Demikian penjelasan terkait bagaimana hukum merebut suami orang yang sudah berumah tangga dengan wanita lain. Semoga artikel ini memberikan penjelasan dan memiliki manfaat bagi kita sesama umat muslim lainnya.
*Jika artikel ini bermanfaat, mohon di share ^V^!
sumber : dalamislam.com
Al-Quran Sangat Melarang Merebut Suami Atau Istri Orang, Mau Tau Apa Akibat nya?
4/
5
Oleh
Unknown