BacaIntisari - Tepat jam 17.45, saat kami baru saja selesai briefing di Mafaza. Ka Rahmat (musyrif Al-Hikmah) menelfon. Ia mengabarkan bahwa Abdurrahman jatuh dari dari ketinggian dua meter, kepalanya membentur lantai. Dan sekarang ia tidak bisa bicara. maka saya langsung memberinya instruksi untuk membawanya ke klinik terdekat.
Jam 18.00 saya dan suami sampai di klinik dan mendapati Abdurrahman dalam pangkuan santri senior. Suami saya mengucapkan assalamu’alaikum di dekat telinganya, dan bibirnya bergerak. Ini tanda yang bagus fikir kami. Usai melakukan pemeriksaan, dokter mengeluarkan surat rujukan agar Abdurrahman dibawa ke UGD. Saya panik. Dan lalu bicara, RS yang akan bisa memberikan penanganan. Namun suami bilang,
“Yang lebih penting sekarang, telpon Ustadz Zaki, ceritakan kondisi Abdurrahman, dan minta semua santri berdo’a”
Jam 19.30 kami sampai di IGD RSI Bogor, alhamdulillah saat masuk ruang IGD dokter sudah ada di ruangan dan langsung melakukan pemeriksaan. Tindakan pemeriksaan dari mulai menyinari mata, menyusuri tulang belakang sampai menggores telapak tangan dan kaki yang berlangsung sampai jam 20.00 WIB, menghasilkan kesimpulan bahwa: Abdurrahman harus dibawa ke RS yang memiliki peralatan lengkap dan yang bisa langsung dalam penanganan spesialis syaraf.
Saat suami mengatakan bahwa kami sedang menunggu orang tua Abdurrahman yang akan tiba satu jam lagi. Dokter itu menjadi tegas, “Satu jam terlalu lama, bapak lihat keadaannya kritis. Ambil mobilnya sekarang dan parkir di depan pintu”
Kata-kata dokter itu membuat kami bertambah panik. Kami SMS Ustadz Zaki, mengabarkan perkembangan Abdurrahman. Beberapa saat beliau membalas SMS. “Alhamdulillah saat semua santri berdo’a, hujan turun dengan deras.” SMS ini sangat menenangkan, do’a para santri seakan langsung didengar.
Jm 20.45 kami sampai ke IGD RS yang lebih direkomendasikan, yang eralatannya lengkap. Kondisi Abdurrahman masih sama: tidak bisa bicara, kulit mati rasa, badan lemas lunglai, jari masih belum bisa mengepal.
Di sana pihak RS mengharuskan Abdurrahman dirawat di VVIP, alasannya agar ia bisa terus menerus dipantau. Pada saat yang sama Ustadz Zaki SMS, “Alhamdulillah, begitu para santri selesai berdo’a, hujan pun reda”. Saat membaca SMS itu, saya berjalan memeriksa kamar perawatan kelas dua dan kelas satu. Saat itu saya tidak berani menyetujui ke VIP, karena biaya inap nya Rp 6,5 juta per malam.
Jam 20.45 itu saya sedikit kacau, kurang tenang. Tidak ada teman diskusi. Orang tua nya belum datang dan suami saya di tempat parkir yang posisinya cukup jauh dari IGD. Mereka tertahan hujan bersama dua anak saya yang masih kecil.
Tepat jam 21.00 WIB, saya kembali masuk ke IGD, di sana sudah ada suami dan anak saya. Sementara Abdurrahman sedang duduk. Sehat seperti sediakala. Suami menyambut saya, “Mi, Abdurrahman kok bisa seperti itu. Tadi ia menjawab salam dan salaman sama saya. Saya cubit, ia kesakitan.”
Saya mendekati Abdurrahman, saya tanya:” Abdurrahman, lahir tanggal berapa?”
“Tanggal 5 juli”, ekspresinya biasa, santai
“Usia Abdurrahman sekarang berapa?”
“Sembilan tahun”
“Bagaimana kabar Abdurrahman malam ini?”
“Alhamdulillah, baik”
Allahu akbar. Ini keajaiban. Tapi bukan keajaiban pertama. Ada banyak cerita keajaiban di santri tahfidz ini. Suami saya selalu yakin dengan do’a anak-anak sholeh para penghafal qur’an. [Akhwatmuslimah.com]
Sumber : FB Astri Hamidah
Doa Anak-Anak Sholeh Para Penghafal Al Qur’an, Keajaiban Itu Kembali Datang, Kali Ini Terjadi Pada Abdurrahman
4/
5
Oleh
Unknown